“Tidak ada yang paling agung di dunia ini selain makhluk bernama manusia;
dan tidak ada yang lebih agung di dalam diri manusia selain akal budinya.”
Sir William Hamilton
dan tidak ada yang lebih agung di dalam diri manusia selain akal budinya.”
Sir William Hamilton
Menurut ilmuwan ahli saraf Paul MacLean, otak manusia terdiri atas
tiga bagian utama. Ia membandingkan otak manusia dengan otak berbagai
jenis hewan. Beberapa jenis hewan seperti kucing dan anjing memiliki
indera penciuman dan pendengaran yang amat tajam, jauh lebih tajam
daripada yang dimiliki manusia. Otak manusia tumbuh dari bawah ke atas,
dari pangkal tulang belakang, kemudian berdasarkan evolusi jutaan tahun,
bagian-bagian lebih di atasnya (Goleman, 2000; Zohar, 2001).
Bagian pertama dari otak adalah suatu struktur di bagian ujung tulang
belakang yang mencakup bagian dari pangkal otak. Bagian ini mirip
dengan otak reptil, dan untuk menghindari istilah ilmiah kita sebut saja
sebagai “otak reptil”. Bagian otak ini mengatur pernapasan, denyut
jantung, pergerakan otot, serta geraka-gerakan instinktif naluriah
lainnya seperti respons “bertempur atau kabur”, yang membuat seekor
reptil bisa mengenali apakah di hadapannya mangsa atau pemangsa yang
akan memangsa dirinya. Dari pusat naluri ini pulalah yang membuat
seseorang mampu melompati tembok setinggi empat meter ketika terancam
bahaya. Sesuatu yang tidak mungkin dilakukan dalam keadaan normal. Atau
seseorang mendadak lompat tanpa alasan yang jelas dan tiba-tiba
langit-langit runtuh persis di tempat tadi dia duduk.
Bagian kedua otak yang tumbuh di atas “otak reptil” sebagai evolusi jutaan tahun bisa kita temui pada mamalia, yaitu sistem limbik
yang berkembang dengan baik pada jenis hewan mamalia tapi tidak
dimiliki jenis reptilia. Karenanya sebutlah bagian ini “otak mamalia”.
Jadi, pada mamalia, selain ada bagian “otak reptil” di pangkal tulang
belakang adalah “otak mamalia”. Bagian inilah yang mengatur emosi,
fungsi-fungsi perasaan: marah, benci, sayang, takut, cinta, sedih, dan
berbagai ekspresi perasaan lainnya.
Kemudian, dari evolusi jutaan tahun berikutnya, di atas “otak
reptil” dan “otak mamalia” tumbuhlah bagian “otak berfikir” pada
manusia. “Otak berfikir” berkembang dalam dua sisi: kiri dan kanan. Otak
kiri cenderung untuk hal-hal yang analitis, sistematis, dan verbal.
Otak kanan untuk hal-hal yang nonverbal, intuitif, dan kreatif.
Kecerdassan intelektual (IQ) biasanya dikaitkan dengan “otak
berfikir”. Kecerdasan emosional (EQ) biasanya dikaitkan dengan jaringan
limbik pada “otak mamalia”. Sedangkan naluri atau instink berpusat pada
“otak reptil”. Dalam hal ini, kita bisa mengaitkan akal dengan IQ dan
budi dengan EQ. (Untuk mendalami hal ini lihat Goleman, 2000; Zohar,
2001).
Lantas, di manakah hatinurani berada?
Sigmun Freud menemukan alam sadar dan bawah sadar. Dialah ilmuwan
sekaligus filsuf pertama yang mengungkap fungsi dan cara kerja pikiran
bawah sadar manusia. Selain alam sadar dan bawah sadar, Carl G. Jung
menemukan alam suprasadar (supra-conscious). Inilah bagian yang
berhubungan dengan atau berkomunikasi dengan “sesuatu yang disadari
oleh manusia yang bersangkutan lebih kuasa daripada dirinya”, yang
membuat dia berhati-hati dalam tindakan dan perbuatannya. Alam
suprasadar inilah yang oleh sebagian ahli disebut nurani (Zohar, 2001).
Mari kita “bedah” otak manusia lebih jauh lagi untuk menemukan lokas
SQ – kecerdasan spiritual - dan karenanya kita tidak lagi bisa
menghindari istilah teknis ilmiah.
Adalah bagian otak yang berada di bawah pelipis yang disebut lobus temporal. Bagian ini berkaitan dengan sistem limbik, pusat emosi dan memori otak. Dua bagian terpenting dalam sistem limbik adalah amigdala – struktur yang meyerupai almond di bagian tengah dari area limbik – dan hipokampus, yang berperan penting untuk merekam pengalaman dan memori.
Penelitian Persinger menunjukkan, ketika pusat emosi di dalam otak ini dirangsang, terjadi peningkatan di lobus temporal
yang berlangsung beberapa detik saja dapat mempengaruhi emosional yang
lama dan kuat sepanjang hidup manusianya. Pengalaman ini dapat mengubah
arah hidup pelakunya. Peran sistem limbik juga menunjukkan arti penting faktor emosi dalam pengalaman spiritual atau religius, dibandingkan dengan faktor keyakinan (belief) yang bisa hanya bersifat intelektual. Pakar neurobiologi semacam Persinger dan Ramachdran kini menamai bagian lobus temporal yang berkaitan dengan pengalaman religius atau spiritual itu sebagai god spot. Sebagian pakar berpendapat bahwa god spot atau titik Tuhan ini telah berevolusi di dalam otak untuk tujuan tertentu (Zohar, 2001:82).
Jadi, di sinikah hatinurani itu berada?
__________________Goleman, Daniel (2000). Emotional Intelligence - terjemahan. Jakarta: Gramedia
Zohar, Danah & Ian Marshal (2001). SQ: Spiritual Intelligence – the Ultimate Intelligence – terjemahan. Bandung: Mizan Media Utama
Tidak ada komentar:
Posting Komentar